Minggu, 29 Januari 2012

Sejarah Lahirnya GMNI di Kalimantan Barat


Lahirnya Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia  (GMNI) di Kalimantan Barat tidak terlepas dari peranan besar Bapak Ya’ Syarif Umar (Alm) pada tahun 1960-an, yang gigih menciptakan serta melahirkan embrio-embrio kaum nasionalis yang potensial dan berjiwa revolusioner.   Dalam perkembangannya, GMNI saat itu boleh dikatakan sebagai organisasi yang relatif masih muda, namun dampak sosiopolitis yang diberikan cukup signifikan dalam mengaktualisasikan nilai-nilai nasional kerakyatan dan berwawasan kebangsaan
Perjalanan GMNI sebagai organisasi juga tak luput dari pengalaman-pengalaman yang membuat GMNI terpaksa harus mengalami masa-masa stagnasi kemandulan serta penyimpangan arah dari garis perjuangannya. Hal tersebut terjadi karena kebijakan penguasa saat itu yang sangat kapitalistik, otoriter, represif dan mematikan nilai-nilai demokrasi, sehingga sangat sulit bagi GMNI serta organisasi lain yang berpihak pada kepentingan rakyat untuk tumbuh, berjuang dan berkembang. Situasi politik yang tercipta akhirnya juga memberikan distorsi bagi masyarakat awam terhadap sejarah masa lalu GMNI yang mengakibatkan munculnya ketidakpahaman masyarakat awam terhadap visi dan misi yang di emban oleh GMNI sebagai salah satu organisasi yang terus konsisten berpihak kepada kepentingan  rakyat.

Dialektika kehidupan sosial politik yang mengalami perubahan begitu cepat di era transisi sekarang ini menuntut adanya penyesuaian-penyesuain paradigmatik di berbagai kalangan khususnya generasi muda Kalimantan Barat sebagai bagian integral terpenting dalam konstelasi politik bangsa kedepan. Derasnya arus demokeratisasi yang mewarnai perjalanan politik saat ini  telah merubah arah perpolitikan nasional yang cenderung kaku dan otoriter di masa Orde Baru menjadi lebih terbuka yang memungkinkan partisispasi politik erakyat secara langsung dalam dinamika politik untuk ikut menentukan arah masa depan bangsa.
Sejalan dengan perkembangan dan perubahan kondisi sosial politik tersebut, secara tidak langsung telah menuntut tanggung jawab dan peran aktif kita semua khususnya GMNI untuk lebih proaktif dalam menjalankan agenda-agenda perubahan kearah demokratisasi. Untuk itu, GMNI sebagai sebuah OKP yang memiliki posisi strategis dalam hubungan sosial kemasyarakatan selalu komit dengan garis perjuangannya dalam  menyiapkan kader idiologis untuk tetap setia mengawal pembangunan bangsa yang berlandaskan pada kedaulatan rakyat dan keadilan sosial.Refleksi kehadiran GMNI sebagai lambang dari suatu integritas kemajemukan yang bersifat progressif revolusioner dengan mengususng mi perubahan dan demokratisasi adalah semangat sentral yang selalu hadir dalam diri setiap kader GMNI.


Kokohnya pondasi GMNI merupakan suatu refleksi kehadirannya sebagai sebuah organisasi yang selalu konsisten berpihak kepada kepentingan rakyat. Dalam dinamika kehidupan berbangsa GMNI merupakan akumulasi nilai-nilai perjuangannya, sebagai pewaris sejarah masa lalu, pelaku sejarah masa kini dan penentu sejarah masa depan GMNI harus tetap hidup dalam idealisme kerakyatannya. Merupakan suatu kewajiban bagi kesinambungan organisasinya, maka regenerasi kader mutlak untuk di laksanakan sebagai antisipasi terhadap stagnasi organisasi kedepan. Di samping itu, perjalanan sejarah perjuangan GMNI merupakan nilai – nilai yang harus tetap di wariskan kepada generasi penerus sebagai bagian yang tak terpisahkan dari peranannya saat ini dan masa depan.
Sebagai sebuah organisasi yang modern, penataan aspek manejerial dan struktural organisasi secara konstitusi dan demokratis merupakan legalitas terhadap eksistensi dirinya. Atas dasar  pemikiran di atas serta kewajiban konstitusi yang harus di jalankan, maka DPC GMNI Pontianak akan melaksanakan Konfrensi  Cabang  Ke-IV GMNI sebagai upaya menata kembali aspek manejerial organisasi  yang akan menentukan sejarah GMNI di masa depan.

Rabu, 25 Januari 2012

Bank Dunia milik Imperialis

67 Tahun Bank Dunia Dan Kiprahnya Di Indonesia
JULI 1944, sebanyak 44 negara berkumpul di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat. Pertemuan itu adalah konferensi keuangan dan moneter PBB untuk mengatasi kesulitan keuangan pasca krisis ekonomi dan perang. John Maynard Keynes, ahli ekonomi paling terkemuka itu, hadir dalam pertemuan ini sebagai wakil Amerika Serikat. Dunia pada saat itu memang dibawah genggaman Keynesian.
Salah satu lembaga yang terlahir dari pertemuan itu adalah Bank Dunia, dulunya dikenal dengan nama Bank Internasional untuk Pembangunan dan Rekontruksi (IBRD). IBRD sangat berkontribusi memberi pinjaman kepada negara-negara eropa untuk memulai pembangunan pasca perang dunia.
Apa hubungannya dengan Indonesia? Tiga tahun setelah dibentuk, tahun 1947, Bank Dunia memberi pinjaman sebesar 195 juta dolar kepada Belanda. Dua minggu sebelum pinjaman ini disetujui, Belanda telah melancarkan agresi militernya untuk mengusai kembali Republik Indonesia. Pinjaman itulah yang dipergunakan untuk membiayai 145 ribu pasukan Belanda untuk menggempur Indonesia. Inilah dosa pertama Bank Dunia terhadap Indonesia, yang ketika itu masih republik muda.
Setelah Soeharto dan sayap kanan berhasil menggulingkan Soekarno, Bank Dunia kembali memberikan uluran tangannya. Pada tanggal 13 April 1966, hanya sebulan setelah Soeharto mengambil kekuasaan melalui Supersemar, Indonesia pun menjadi anggota Bank Dunia. Robert McNamara, Presiden Bank Dunia saat itu, datang langsung ke Jakarta dan bertemu dengan Soeharto beserta sejumlah ekonom Indonesia jebolan sekolah Amerika.
Pada tahun 1967, Bank Dunia dan negara barat kembali mengucurkan dana sebesar 174 juta dolar kepada rejim Soeharto. Pada tahun 1969, Bank Dunia kembali menggelontorkan dana sebesar 500 juta dollar untuk mendanai program transmigrasi-nya rejim Soeharto.
Pada tahun 1970-an, kendati bau korupsi Soeharto dan kroninya mulai tercium, tetapi Bank Dunia seolah tidak mau tahu-menahu, bahkan terus mendanai rejim anti-demokrasi ini untuk menginvasi Timor Leste, negara kecil tetangga Indonesia yang hampir saja  jatuh ke tangan komunis.
Tahun 1997, saat mendekati krisis, Bank Dunia melaporkan bahwa ekonomi Indonesia di bawah Soeharto sangat dinamis, semua berjalan dengan baik, brilian dan menakjubkan. Belum sampai beberapa bulan setelah Bank Dunia menyampaikan laporan itu, Indonesia dan sejumlah negara Asia tiba-tiba ambruk seketika.
Soeharto pun jatuh oleh gerakan rakyat. Dan, segera orang mengetahui bahwa 30% pinjaman Bank Dunia untuk Indonesia telah dikorupsi Soeharto. Ini merupakan hal yang sangat memalukan, selain karena Bank Dunia selalu berkotbah mengenai pemerintahan bersih, juga karena hutang itu telah menjerat leher ratusan juta rakyat indonesia selama bertahun-tahun.
Setelah Soeharto jatuh pun, Bank Dunia masih berusaha keras untuk mempertahankan pengaruhnya dalam ekonomi Indonesia. Bahkan, bersama-sama dengan IMF, telah menganjurkan sebuah “resep” untuk mengatasi krisis ekonomi Indonesia. Bukannya menyembuhkan, resep tersebut justru membunuh ekonomi Indonesia secara perlahan-lahan.
Bank Dunia berhasil menjaga kesetiaan sejumlah ekonom (lebih pantas disebut mafia ekonomi) dan sejumlah birokrat. Dengan bantuan mereka itulah, Bank Dunia berhasil memastikan indonesia memeluk alam penjajahan baru bernama Neoliberalisme.
Satu dekade lebih neoliberalisme dipraktekkan di Indonesia, negara yang kaya raya ini nyaris tidak punya apa-apa lagi: seluruh sumber daya alamnya hampir habis dirampok dan diangkut ke negeri-negeri imperialis, tenaga kerjanya dieksploitasi dengan upah murah, pasar dalam negeri diporak-porandakan dengan politik impor, dan sebagian besar industrinya dibuat bangkrut.
Dan, satu hal yang tidak boleh dilupakan, bahwa Bank Dunia punya andil dalam merombak tata-politik dan kenegaraan Indonesia, sehingga menjadi kacau-balau seperti sekarang ini. Tanpa diketahui asal-usulnya, dari 79 UU pro-neoliberal atas sokongan asing, sebagian besarnya karena tangan-tangan Bank Dunia.
Masihkan kita mau membiarkan Bank Dunia menjarah dan membuat melarat bangsa Indonesia lebih lama lagi?

Jumat, 20 Januari 2012

Pidato Bung Karno pada Pembukaan Kongres GMNI tahun 1959.

Terlebih dahulu saya mengucapkan selamat dengan Konferensi Besar GMNI ini.
Dengan gembira saya membaca, bahwa asas tujuan GMNI adalah Marhaenisme. Apa sebab saya gembira?
Tidak lain dan tidak bukan, karena lebih dari 30 tahun yang lalu saya juga pernah memimpin suatu gerakan rakyat -suatu partai politik- yang asasnya pun adalah Marhaenisme.
Bagi saya asas Marhaenisme adalah suatu asas yang paling cocok untuk gerakan rakyat di Indonesia. Rumusannya adalah sebagai berikut: Marhaenisme adalah asas, yang menghendaki susunan masyarakat dan Negara yang didalam segala halnya menyelamatkan kaum Marhaen.
Marhaenisme adalah cara perjuangan yang revolusioner sesuai dengan watak kaum Marhaen pada umumnya. Marhaenisme adalah dus asas dan cara perjuangan “tegelijk”, menuju kepada hilangnya kapitalisme, imprealisme dan kolonialisme. Secara positif, maka Marhaenisme saya namakan juga sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi; karena nasionalismenya kaum Marhaen adalah nasionalisme yang social bewust dan karena demokrasinya kaum Marhaen adalah demokrasi yang social bewust pula.
Dan siapakah yang saya namakan kaum Marhaen itu? Yang saya namakan Marhaen adalah setiap rakyat Indonesia yang melarat atau lebih tepat: yang telah dimelaratkan oleh setiap kapitalisme, imprealisme dan kolonialisme.
Kaum Marhaen ini terdiri dari tiga unsur: Pertama : Unsur kaum proletar Indonesia (buruh) Kedua : Unsur kaum tani melarat Indonesia, dan Ketiga : kaum melarat Indonesia yang lain-lain.
Dan siapakah yang saya maksud dengan kaum Marhaenis? Kaum Marhaenis adalah setiap pejuang dan setiap patriot Bangsa. Yang mengorganisir berjuta-juta kaum Marhaen itu, dan Yang bersama-sama dengan tenaga massa Marhaen itu hendak menumbangkan sistem kapitalisme, imprealisme, kolonialisme, dan Yang bersama-sama dengan massa Marhaen itu membanting tulang untuk membangun Negara dan masyarakat, yang kuat, bahagia sentosa, adil dan makmur.
Pokoknya ialah, bahwa Marhaenis adalah setiap orang yang menjalankan Marhaenisme seperti yang saya jelaskan di atas tadi. Camkan benar-benar: setiap kaum Marhaenis berjuang untuk kepentingan kaum Marhaen dan bersama-sama kaum Marhaen!
Apa sebab pengertian tentang Marhaenisme, Marhaen dan Marhaenis itu saya kemukakan kepada Konferensi Besar GMNI dewasa ini?
Karena saya tahu, bahwa dewasa ini ada banyak kesimpangsiuran tentang tafsir pengertian kata-kata Marhaenisme, Marhaen dan Marhaenis itu.
Saya harapkan mudah-mudahan kata sambutan saya ini saudara camkan dengan sungguh-sungguh, dan saudara praktikkan sebaik-baiknya, tidak hanya dalam lingkungan dunia kecil mahasiswa, tetapi juga di dunia besar daripada massa Marhaen.
Sebab tanpa massa Marhaen, maka gerakanmu akan menjadi steril! Karena itu:
Lenyapkan sterilitiet dalam Gerakan Mahasiswa! Nyalakan terus obor kesetiaan terhadap kaum Marhaen! Agar semangat Marhaenisme bernyala-nyala murni! Dan agar yang tidak murni terbakar mati!
Sekian dulu, dan sekali lagi saya ucapkan selamat kepada Konferensi Besar GMNI, dan mudah-mudahan berhasillah Konferensi Besar ini.
Jakarta, 17 Februari 1959