Sabtu, 24 November 2012

Pengertian dasar Marhaenisme

Oleh : Sutoro SB (Alumni GMNI Jogjakarta)


Pendahuluan

Banyak orang belajar/mempelajari Marhaenisme, yakni ajaran Bung Karno. Namun tidak menemukan apa sebenarnya inti dan kehendak dari ajaran tersebut. Mereka tidak atau belum menemukan "benang merahnya". Dengan demikian maka sepertinya mereka sekedar mempelajari secara lahir tentang perjuangan dan keberhasilan Bung Karno di masa yang silam, karena mereka cuma mewarisi abunya sejarah bukan apinya sejarah.
Apabila setiap pengikut ajaran Bung Karno hanyalah demikian adanya, hanya sekedar pewaris-pewaris abu sejarah belaka, alangkah sayangnya ajaran yang brilliant itu kemudian menjadi kenang-kenangan (sekalipun kenang-kenangan yang indah). Marhaenisme kemudian menjadi "out of date". Adalah menjadi tanggungjawab kita bersama untuk kembali menghidupkan jiwa ajaran tersebut, kembali menemukan arti kebaikan bagi rakyat. Dengan demikian Marhaenisme akan menampakkan jiwanya sebagai ajaran yang dinamis dan selalu up to date.

Untuk itulah maka mempelajari Marhaenisme tidaklah cukup hanya mempelajari pengertian-pengertiannya yang verbal, akan tetapi kita mencoba untuk menukik lebih dalam mencoba mengkaji makna hakikinya. Dengan demikian maka di samping kita mengerti apa Marhaenisme (secara verbal), kita coba menelaah mengapa dan juga untuk apa Marhaenisme yang meliputi mengapa lahir Marhaenisme dan mengapa kita pilih sekarang serta untuk apa sebenarnya kita memiliki Marhaenisme itu.

 

Pengertian dasar Marhaenisme

Marhaenisme - Marhaen - Marhaenis

Marhaenisme, adalah ajaran Bung Karno. Pengertianya adalah meliputi asa (teori politik) dan asas perjuangan.
Sebagai asa atau teori politik, ia adalah teori yang menghendaki susunan masyarakat dan negara yang didalam segala halnya menghendaki keselamatan kaum Marhaen*. Sebagai teori politik meliputi pengertian :
1.             Sosio Nasionalisme,
2.             Sosio Demokrasi,
3.             Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sosio Nasionalisme; adalah nasionalisme masyarakat, nasionalisme yang mencari selamatnya seluruh masyarakat dan yang bertindak menurut wet-wet nya masyarakat itu**.
Sosio Demokrasi; adalah merupakan konsekuensi daripada Sosio Nasionalisme. Sosio demokrasi adalah pula demokrasi yang berdiri dengan kedua kakinya didalam masyarakat***. Sosio Demokrasi tidak untuk kepentingan sekelompok kecil masyarakat akan tetapi adalah untuk kepentingan seluruh masyarakat.
Marhaen; adalah diambil dari nama seorang petani yang ditemui oleh Bung Karno di daerah Priangan. Marhaen digunakan sebagai simbol untuk menggambarkan kelompok masyarakat/bangsa Indonesia yang menderita/sengsara. Ia sengsara/menderita bukan karena kemalasannya atau kebodohannya, akan tetapi ia sengsara/menderita karena disengsarakan oleh sesuatu sistem/stelsel kapitalisme-kolonialisme.
Marhaen meliputi unsur-unsur tani, buruh-tani, pedagang kecil yang melarat, dan semua kaum melarat lainnya yang dimelaratkan oleh sistem/stelsel kapitalisme-kolonialisme dan feodalisme.
Marhaenis, adalah penganut ajaran Marhaenisme yang berjuang menurut petunjuk ajaran-ajaran Marhaenisme, berjuang dengan bersama-sama/mengorganisir berjuta-juta kaum marhaen yang tersebar di seluruh tanah air.

2.1. Marhaenisme sebagai asas/teori politik sebenarnya merupakan kesimpulan, sekaligus sebagai teori perjuangan.
Artinya : pada saat itu Bung Karno menyimpulkan bahwa bangsa Indonesia (Marhaen) menderita karena suatu sistem/stelsel. Sebetulnya ia penuh potensi dan bukan kaum yang malas.
Dengan demikian maka Marhaenisme mengandung teori perjuangan. Masalahnya mengapa sampai tiba kesimpulan yang demikian itu? Disinilah makna daripada Marhaenisme. Dengan visi Marhaenisme (yang berpihak kepada rakyat), kita dapat menganalisa masyarakat dan hasilnya adalah kita mengetahui kesengsaraan rakyat yang disebabkan oleh suatu sistem/stelsel. Dan dengan itu pula kita dapat menentukan cara berjuangnya.

2.2. Marhaenisme adalah kesimpulan dari penelaahan terhadap kondisi masyarakat Indonesia.
Kita ketahui bahwasanya masyarakat itu berkembang, seperti yang dijelaskan dalam metode berpikir marhenisme tentang "THESA-ANTITHESA-SYNTESA". Demikianlah masyarakat berkembang terus dari suatu thesa (keadaan) kepada thesa (keadaan) berikutnya, sampai pada thesa yang terakhir. Gerak ini kita kenal sebagai "DIALEKTIKA". Dengan dialektika, selanjutnya kita dapat melihat dua elemen dalam masyarakat yang selalu berhadapan, yakni :
·                     element establishment, dan
·                     elemen perubahan.
Elemen establishment adalah elemen yang menguasai thesa dan menjalankan suatu stelsel/sistem sebagai kelangsungan thesa (keadaan) tersebut. Elemen perubahan adalah elemen yang berada pada struktur antithesa. Apabila thesa pertama telah gugur karena munculnya antithesa, maka keadaan baru atau sinthesa akan dikuasai oleh elemen perubahan tersebut. Selanjutnya pada saat itu elemen perubahan menjadi elemen establishment. Demikianlah proses semacam ini berjalan terus sampai tercipta thesa terakhir yakni satu bentuk stelsel /sistem kemasyarakatan yang terakhir dan sempurna (dalam ajaran Marhaenisme, bentuk tersebut adalah Sosialisme Indoneisa).

Dari teori di atas dapat dianalisa keadaan masyarakat Indonesia. Ketika kolonialisme Belanda menguasai maka posisinya adalah sebagai establishment. Ia menguasai suatu thesa/keadaan (penjajahan) dan menjadi suatu stelsel/ sistem kapitalisme-kolonialisme.
Pada saat yang bersamaan , disitu telah terdapat pula elemen perubahan,- yakni masyarakat Indonesia yang tidak puas dengan keadaan. Semula kekuatan perubahan ini bersifat latent, setelah kekuatan ini berhasil diungkapkan - maka menjadi kekuatan riil untuk merubah keadaan. Cara pengungkapan kekuatan latent menjadi kekuatan riil itulah yang kemudian dirumuskan sebagai asa/teori perjuangan. Didalam buku MENCAPAI INDONESIA MERDEKA teori atau asas perjuangan disebutkan antara lain melipuit : self-help, self-relience, non kooperatip, machtvrming, massa aksi, revolusioner.

Setelah terjadi perubahan (kemerdekaan Indonesia) dan elemen perubahan berubah menjadi elemen establishment dan telah menguasai keadaan maka dibutuhkan teori-teori atau asas untuk menyusun sistem/stelsel kemasyarakatan. Dari hasil telaah yang mendalam ditemukan teori politik yang merupakan jawaban (antithesa) dari keadaan (thesa) yang ada.
Secara singkat digambarkan sebagai berikut:
Elemen
Establismen
Kondisi Bangsa
Indonesia
Elemen Perubahan
-

Kegotong-royong
-
-

Theistis
-
-

Dsb
Ketuhanan Yang Maha Esa
Devide et impera
Terpecah belah
Kebangsaan / Persatuan Indonesia
Dehumanisme

Tertindas
Humanisme / Kemanusiaan
Penjajahan

Tidak ada kedaulatan politik
Demokrasi / Kerakyatan
Penghisapan

keadilan
Keadilan sosial

Catatan: Dalam kenyatan masyarakat masing-masing kondisi tersebut tidak dapat selalu dipisahkan, akan tetapi saling berkaitan.

Dengan demikian maka nampaklah bahwa baik sebagai teori politik/asas maupun sebagai teori perjuangan, adalah merupakan jawaban terhadap keadaan.

Mengapa Memilih Marhaenisme
Persoalan berikutnya adalah mengapa sampai terjadi kesimpulan tersebut ? dengan kata lain; mengapa mesti lahir Marhaenisme, demikian pula mengapa pula kita memilihnya?
Pada proses dialektika seperti disebutkan di depan, maka rakyat berada pada elemen perubahan karena ia (rakyat) jelas merupakan bagian masyarakat yang menderita akibat satu sistem/stelsel yang dipertahankan oleh elemen establishment. Proses perubahan tersebut adalah sudah menjadi keharusan sejarah dan merupakan hukum alam, dan mesti terjadi. Karena setiap Marhaenis menghendaki perbaikan nasib rakyat, maka ia pasti berpihak kepada rakyat, berpihak kepada perubahan, karena perubahan yang terjadi adalah satu proses yang menuju kepada perbaikan nasib rakyat. Ketika Bung Karno dengan pisau analisanya mencoba meneelaah keadaan yang terjadi atas bangsanya dan dilihatnya elemen establishment (kolonialisme Belanda) dan elemen perubahan (Marhaen yang menderita) maka tercetuslah ajaran ajarannya yang menghendaki perubahan dengan jalan "merdeka sekarang juga". Dengan kemerdekaan nasional (sebagai jembatan emas) akan diperbaikilah nasib Marhaen yang menderita.
Maka boleh disimpulkan; karena adanya kolonialisme Belanda dan karena adanya Marhaen yang menderita dan atas kemampuan Bung Karno, lahirlah "MARHAENISME" sebagai teori politik dan teori perjuangan yang menghendaki perubahan-perubahan menuju perbaikan nasib Marhaen.

Persoalan berikutnya adalah merupakan hal yang penting bagi kita. Mengapa kita memilih Marhaenisme sebagai anutan? Menjawab pertanyaan tersebut maka terlebih dahulu kita menjawab permasalahan berikut, yakni :
·             Apakah proses perubahan/dialektika itu masih akan terjadi ?
·            Berada pada pihak manakah kita dalam pertentangan dua elemen yang ada (establishment dan perubahan) tersebut ?
Di dalam metode berpikir Marhaenisme telah jelas diterangkan tentang pola perubahan dalam masyarakat, secara sedarhana dapat digambarkan sebagai berikut:


Thesa
Antithesa
Synthesa/Thesa Baru
Antithesa
Syntesa/Thesa Baru
Feodalisme
perubahan
Kapitalisme
perubahan
Sosialisme
I
II
III

Melihat proses tersebut kita dihadapkan pada pilihan untuk menilai dimanakah fase perkembangan masyarakat yang ada. Apabila kesimpulan kita bahwa masyarakat sosialisme Indonesia (III) belum tercapai maka berarti proses perubahan masih akan terjadi. Dalam hal ini setiap Marhaenis berpihak pada elemen perubahan yang menuju kepada perbaikan nasib kaum Marhaen/rakyat.


Untuk Apa Marhaenisme ?

Setelah kita tahu apa dan mengapa marhaenisme, maka masalahnya adalah penarikan relevansinya pada saat ini. Dengan kata lain, untuk apakah marhaenisme ?
Jawabannya adalah sangat sederhana "UNTUK BERJUANG". Namun demikian sekalipun ungkapan diatas adalah sangat sederhana, akan tetapi menerangkan masalah ini sebenarnya memerlukan uraian yang sangat panjang.

Konotasi "BERJUANG" adalah berarti memperjuangkan nasib rakyat. Lalu kita mencoba mengkaji dan menelaah masalah kekinian untuk kemudian mengambil sikap. Pertama, kita lihat bagaimana, dan bagaimana kesimpulannya. Kalau kesimpulan kita adalah "PENDERITAAN", maka masalah berikutnya adalah: mengapa mereka menderita?, apa penyebabnya?, dan sebagainya.

Secara sederhana kita simpulkan secara global, ambilah TRISAKTI TAVIP sebagai tolok ukur. Rumusan Trisakti adalah: 
1.             Berdikari dalam bidang ekonomi.
2.             Berdaulat dalam bidang politik.
3.             Berkepribadian dalam kebudayaan.
Trisakti merupakan tolok ukur untuk menilai kemerdekaan. Dinamakan merdeka apabila ketiga hal tersebut telah dipenuhi, atau setidaknya dalam proses menuju kesana. Dikatakan bahwa kemerdekaan adalah sekedar "Jembatan Emas". Diseberang jembatan itu kita bangun Sosialisme Indonesia, kita bangun Indonesia yang "gemah ripah lohjinawi". Masalahnya sekarang bagaimanakah keadaan jembatan tersebut, untuk menilai hal ini kita punya tolak ukur di atas. Demikian pula mari kita lihat keadaan masyarakat Marhaenis dengan menggunakan pisau analisa Marhanisme, baru kemudian kita bisa menentukan sikap dengan terlebih dahulu memilih siapa kawan kita, dan siapa lawan kita.
Penutup

Kalau kita melihat pola perubahan masyarakat melalui proses dialektika, maka seolah-olah kita terpukau, apakah untuk mencapai Sosialisme Indonesia harus melalui fase kapitalisme? Bung Karno menjelaskan bahwa tanpa melalui fase kapitalisme kita dapat mencapai Sosialisme Indonesia. Teori ini kemudian disebut dengan "fase Sprong Teory". Dengan pentahapan revolusi, maka dengan meloncati fase kapitalisme kita dapat langsung menuju sosialisme. Ternyata Bung Karno tidak sendiri, artinya bahwa pendapat beliau (teori fase sprong) bukan satu-satunya pendapat atau teori yang berpendapat bahwa tanpa melalui kapitalisme dapat terbentuk sosialisme. Ernesto Che Guevara, seorang pejuang revolusioner dari Kuba (yang terbunuh di Bolivia) mempunyai pendapat yang sama walaupun dalam rumusannya yang berbeda. Dikatakannya sebagai berikut:

"It’s not necessary to weak for fullfillment condition a revolution, because the focus of insurection can create them".
Maksudnya, tanpa menunggu kondisi penuh untuk suatu revolusi (mencapai sosialisme), sosialisme akan tercapai. Karena revolusi untuk mencapai sosialisme akan terbentuk dengan sendirinya dengan dihidupkannya pergolakan-pergolakan, yang artinya masyarakat digembleng dalam suasana revolusioner secara terus menerus. Bung Karno membagi tahapan revolusi sebagai berikut:

·                                             fase satu, nasionalisme demokrat
·                                             fase dua, sosialisme demokrat
·                                             fase tiga, sosialisme indonesia

Pada fase satu, semua elemen progresif dipersatukan, semua potensi nasional disatukan (Nation And Character Building) untuk menyingkirkan musuh dan penghalang revolusi. Pada fase kedua, setelah semua penghalang revolusi berhasil disingkirkan, maka selanjutnya adalah membangun landasan dasar sosialisme. Landasan mental telah tercipta ( dengan Nation And Character Building) maka dibangunkanlah landasan fisiknya. Dengan berakhirnya fase kedua maka kita telah siap memasuki fase tiga, yakni Sosialisme Indonesia.

KONSEP “TRISAKTI” BUNG KARNO


Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno dalam Pidato Trisakti tahun 1963 menegaskan:
1.             berdaulat secara politik
2.             berdikari secara ekonomi
3.             berkepribadian secara sosial budaya
Dalam bidang kemandirian politik, Soekarno telah berhasil memperjuangkan Pancasila sebagai kemandirian bangsa Indonesia dengan memiliki ideologi negara sendiri. Soekarno juga telah berhasil mempertahankan persatuan dengan menumpas setiap pemberontakan yang terjadi seperti Permesta, PRRI, DI/NII, dan persoalan Papua. Hanya saja karena kurangnya kemandirian dalam persoalan persenjataan, Soekarno cenderung mendapatkan pasokan senjata dari Rusia, sehingga ideologi komunis berkembang di Indonesia yang puncaknya adalah pertistiwa gerakan 30S/PKI. Sedangkan dalam politik luar negerinya, Soekarno menerapkan politik bebas aktif di mana tidak berpihak pada salah satu blok dunia, sosialis atau kapitalis, namun ikut proaktif dalam mendorong terciptanya perdamaian dunia. Dalam politik ini, Soekarno berhasil mengadakan Konferensi Asia-Afrika (KAA), namun karena negara-negara yang hadir memiliki afiliasi politik terhadap kekuatan Komunis, sehingga kemandirian politik yang dicita-citakan makin bias, terlebih lagi ketika terjadi konfrontasi dengan negara Malaysia. Ketika itu yang dianggap penyelewengan ideologis, adalah banyaknya konsepsi Presiden Soekarno yang diletakkan lebih tinggi dari Pancasila. Misalnya, Nasakom dan Manipol-Usdek. Pidato-pidato Soekarno saat itu, kerap dianggap menggeser kedudukan Pancasila sebagai dasar negara. Meskipun, Soekarno sendiri berpendapat konsep-konsep itu merupakan penjabaran Pancasila. 

Dalam kemandirian sosial budaya, Soekarno secara tegas menolak budaya asing, padahal secara natural suatu bangsa tidak dapat mengisolasi diri dari pengaruh asing dan buktinya nilai-nilai komunis juga telah masuk di Indonesia. Demi mewujukan kemandirian sosial budaya, pada era Soekarno hampir terperosok pada paham chauvinistik dengan mengisolasi diri dan fasisme dengan merendahkan bangsa lain, sehingga sering terjadi konflik dengan negara-negara tetangga. 

Sedangkan dalam kemandirian secara ekonomi ditegaskan Soekarno, bahwa lebih baik potensi sumberdaya alam Indonesia dibiarkan, hingga para putra bangsa mampu untuk mengelolanya. Bung Karno menolak eksploitasi atau penjajahan oleh kekuatan asing. Sayang sekali, sikap kemandirian itu bias oleh pertarungan politik internal sehingga yang muncul adalah konfrontasi melawan Barat dan tampak keberpihakan atau kedekatan kepada negera-negara komunis. Pada masa ini, semangat nasionalisme mengarahkan pada nasionalisasi perusahaan asing menjadi perusahaan milik negara. Peluang bagi swasta besar untuk berkembang dapat dikatakan minim. Pandangan liberalisasi ekonomi pada masa itu dapat dikatakan sebagai musuh negara. Kecenderungan dan keberpihakan Soekarno mengakibatkan terjadinya krisis politik dan ekonomi yang terjadi pada tahun 1965, sehingga ada tuntutan Ampera (amanat penderitaan rakyat), yaitu bubarkan PKI, perombakan kabinet dan turunkan harga. 

Ajaran Soekarno yang diadopsi oleh Fidel Castro dalam konteks Kuba adalah ajaran Trisakti. Yang menarik adalah bahwa Fidel Castro mengadopsi dan menerapkan prinsip Soekarno itu secarakonsisten dan tegar dalam seluruh sistem pemerintahannya. Konsistensi yang paling kentara adalah menolak segala bentuk imperialisme dan kapitalisme yang merupakan pendiktean oleh Barat tentang ekonomi, politik dan budaya. Castro sangat jelas menolak kehadiran dan campur tangan IMF dalam negaranya, bahkan menyerukan agar lembaga pendanaan kapitalis internasional yang menindas negara-negara berkembang itu semestinya dibubarkan dan dihentikan perannya. Ini merupakan wujud pelaksanaan Trisakti yang konsisten oleh Castro dalam konteks Kuba, yakni kemandirian dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Kekuatan ekonomi sendiri merupakan landasan bagi pemerintah Kuba untuk membangun negara dan rakyatnya. Tidak ada hutang luar negeri yang diterima sebagai landasan, sehingga tak ada kewajiban cicilan bunga hutang yang tinggi yang harus dibayar oleh pemerintah Kuba. Seluruh pendapatan negara dialokasikan pertama-tama untuk belanja tunjangan sosial, dan kedua untuk belanja pendidikan. Kepentingan lain berada dalam urutan prioritas berikutnya. Karena berdikari dalam bidang ekonomi, Kuba telah mampu mempertahankan kedaulatan dalam bidang politik dan kedaulatan dalam kebudayaan nasionalnya.

Kamis, 22 November 2012

NASIONALISME, ISLAMISME, DAN MARXISME


        Sebagai Area Bima - Putra lahirnja, jang lahirnja dalam zaman perdjoangan maka INDONESIA – MUDA inilah melihat tjahaja hari pertam – tama dalam zaman jang Rakjat-rakjat Asia, bearasa dalam perasaan tak senang dengan nasibnja. Tak senang denagan nasib ekonominja, tak seng dengan politiknja, tak senag dengan jang lain-lainnja
     Zaman ‘’ senag dengan apa adanja ; sudahlah lalu
    Zaman baru:zaman mud barulah datang sebagai fadjar jang tjutnja
     Zaman teori kaum kuno , jang mengatakan bahwa  ;; siapa jang ada di bawah, harus terima jang ia anggap tjukup – harga duduk dalam perpendaharaan riwayatjang barang kemas-kemasnja berguna untuk memelihara siapa jang berdiri dalam hidup’’ kini sudahlah tak mendapat penganggapan oleh rakjat-rakjat Asia, itupun semakin lama semakin tipislah kerdjajaan  rakjat-rakjatitu bahwa rakjat-rakjat yang memperdjoangkan itu, adalah ‘’voogd’’jang kelak kemudian hari akan ‘’ontvoogded’’ mereka :makin lama makin menispilah kependjajaanja, bahwa rakjat- rakjat jang memperdjoangkannja itu ada sebagai ,’’Saudar Tertua’’jang dengan kemauan sendiri akan melepas mereka bila mana mereka sudah’’,’’dewasa Akil-balig atau’’ masak’’,
   Sebab tipisnja keperdjajaan itu adlah bersendi pengetahuan, bersendi kajakinan, bahwa pentebab kolonisasi adalahitu bukanlah keinginan kemasjhuran ,bukan keinginan melihat dunia Asing, bukan keinginan merdeka dan bukan pula karna negeri rakjat jang mendjalankan kolonisasi itu ada karna terlampau sesak oleh banjaknja penduduk, - sebagai jang tela diadjarkan oleh Gustav klemm - , akan tetapi kolonisasi jalah teristimewa rezeki.
    Jang pertama-tama penjebab kolonisasi jalah hampir selamanja kekurangan bekal hidup dalam tanah – airnja sendiri’’ , begitu dietrich  schafer berkata. Kekurangan rezeki jang mendjadi  sebab rakjat-rakjat eropah mndjari rezeki di negeri lain.! Itulah pula jang mendjadi rakjat-rakjat itu mendjajah negeri –negeri dimana mereka mendapatkan rezeki itu. Itulah pula yag membikin ‘’ ontvoogding ‘’-nja negeri-negeri jadjahan oleh negeri-neger- mendjahnja itu sebagai suatu barang yang sukar dipedjatjajainja itu, sebagai suatu barang jang sukar dipendjahnjainya.  Orang tak akan gampang gampang melepaskan bakul nasinja jika  dilepas bakul itu mendatangkan matinja!...
  Begitulah, bertahun tahun, berwindu-windu rakjat Eropah itu mempertuankan  negeri-negeri Asia. Berwindu-windu rezeki masuk kenegerinja. Teristiwa Eropah baratlah bukan main tambah kekajaannja.
  Begutulah tragiknja riwajat-riwajt negeri djadjahan ! dan keinsjafan tragikinilah jang mendnjadarkan rakjat-rakjat djadjahan rakjat-rakjat djadhan itu;sebab walaupun lahirnja sudah alah dan takluk, maka spirit of Asia masih kekal. Roch Asia masih hidup sebagai api jang tiada padamnja ! keinsafan tragik inilah pula jang sekarang mendjadi njawa pergerakan rakjat Indonesia-kita, jang walaupun dengan maksudnja sama,ada tiga mempunyai tiga sifat.: NASINALISTIS, ISLAMISTiS DAN MARXISTIS-lah adanja.
    Mempeladjari,mentjahari hubungan antara  ketiga  sifat itu, membuktikanbahwa ketiga haluan ini dam suatu negeri djadjahan tak guna berseteruan satu sama lain. Membuktikan bahwa tiga kelombang ini bisa bekerja sama mendjadi satu gelombang jang maha besar dan maha kuat s a t u ombak taufan jang ttak bisa ditahan terdjangannja, itulah kewajiban jang harus kita memikulnja.
    Akan hasil atau tidak kita mendjalankanjajang seberat dan semulia itu bukanlah kita jang menetukan, akan tetapi kita tidak boleh putus-putus berdaja-upaja tidak boleh habis ichtiar mendjalandkan kewajiban untuk mempersatukan gelombang-gelombang tahadi itu sebab kita jakin bhwa P e r s a t u a l a h jang kelak kemudian hari membawa kita terkabulnjaImpiankita; Indonesia mardeka!
       Entah bagaimana tertjapainja persatuan itu; entah bagaimana rupanja perstuan itu; akan tetapi tetaplah, jan membaw  kita ke-indonesia Mardeka itu, jalah kapal-persatauan adnja! Mahatma djurumudi jang akan membuat dan mengemudikan kapal persatuan itu kini  barang kali belum ada akan tetapi jakinlah bahwa kita pula bahwa kelak kemudian hari mustilah datang saatnja jang sang Mahatma itu berdiri di tengah kita!...
Itulah sebelanja kita dengan besar hati mempeladjari dan ikut meratakn djalan jang menudju perstuan itu itulahmaksud dari tulisan jang pendek ini.
     Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme 
      Inilah azaz-azaz jang dipelukoleh pergerakan-pergerakan rakjat dan Asia. Inilah faham-faham jang mendjadi Rochnja pergerakan-pergerakan di Asia itu. Rochnja pula pergerakan-pergerakan di Indonesia kita  ini.
     poertai   boedi otomo, Nasinal Indische parij jang kini masi ‘’ hidup’’ partai serikat Islam perserikatan minahasa,partai komonis indonesia dan mash banjak partai lain.....bitu masing masing memiliki Roch Nasinalisme, Roch Islamisme, atau Roch Marxisme adanja. Dapatkan roch-roch ini dalam politik djadjahan berdkerja bersama-sama mendjadi satu Roch jang besar, Roch persatuan roch persatuan jang membawa kita – kelapang ke-
   Dapatkana dalam tanha djadjahan pergrakan Nasionalisme itu di rapatkan dengan pergerakan Islamisme, jang pada hakkekatnja tiada bangsa, dengan pergrakan marxisme yang bersifat perdjoangan internasional?
     Dapatkan Islamisme itu, ialah suatu agama, dalam politik djadjahan berdkeja bersama-sama Nasionalisme jang mementikan bangsa, dengan meterialismenja Marxismenja jang menganjar perbedaan?
    Akan menghasilkan Usaha kita merapatkan boidi oetomo jang begitu sebar –halus (gematigd), dengan partai komonis Indonesia jang begitu, evolusioner, partai komonis indonesia, jang walaupun ketjil swkali, oleh musuh-musuh itu jakin akan peringatan Al C- -a r t h i l l, bahwa jang mendapatkan peberontakan-pemberontakanitu  biasanja bagian-bagian terketjil, dan bagian-bagian jang terketjil sekali  ‘’? 
Nasinalisme Kebangsaan
   Dalam tahun 1882 Ernet Renan telah mebuka pendapatnja tentang faham ‘’bangsa’’ itu menurut pudjangga ada satu njawa, suatu azaz akal, jang terdjadi dua hal: pertama-tama rakjat itu dulunja harus mendjalani satu riwajat: kedua rakjat itu harusmempunjai kemauan, keinginan, hidup mendjadi satu. Bukannja djenis (ras), bukannja bhasa, bukannja Agama, bukannja persamaan butuh, bukannja pula batas-batas negeri jang mendjadikan ‘’Bangsa’’ itu.
    Dari tempo-tempo balakangan maka selainnja penulis-penulis lain, sebagai Karl kaustky dan Karl Radek,teristiwa ,o t t o b a u e r -l ah jang mendjadikan so al ‘’ Bangsa’’ itu.
   ‘’Bangsa itu adalah suatu persatuan perangai jang jang terjadi dari persatuan iccwal jan telah didjalani oleh rakjat itu ‘’, begitulah katanja Nasionalisme itu jalah suatu iktikad; suatu keinsjafan rakjat, bahwa suatu rakjat itu adalah suatu golongan,, satu’’ bangsa’’!
   Bagaimana djuga bunjinja keterngan-keterangan jang telah diadjarkan oleh pendekar-pendekar Ilmu jang kita sebutkan di atas tahadi, maka tetaplah, bahwa rasa nasionalitis  itu menimbulkan rasa  pertjaja akan diri sendiri,  rasa jang mana adalah perlu sekali untuk mempertahankan diri didalam perdjoangan menempuh keadaan-keadaan jang mau mengalahkan kita.
  Rasa perdjaja akan dirisendiri inilah jang mwmberi keteguhan hati pada boidi oetomo dalam usahanja mentjari djawa-besar;rasa pertjaja akan diri sendiri inilah jang menimbulkan ketetapan pada kaum revosioner-nasionalis dalam perdjoangan mencari kaum Hindia-Besar atau Indonesia-mardeka adanja.
      Apakah rasa Nasionalisme – jang, oleh kepertjajah akan diri sendiri itu, begitu gampang menjadi kesombongan- Bangasa, dan begitu gampang mendapatkan tingkanja jang kedua, jelah kesombongan-ras, wialaupun faham ras, (djenis) ada setinggi langit bedanja dengan faham ras itu ada faham biologis, sedang Nasionalitiet itu suatu faham nasionalisme itu dalm perdjoangan-djahjahan bisa berggandengan dengan Islamisme jang dalam Hakekat tiada Bangsa, dan dalam lahirja di peluk oleh bermatjam-matjam bangsa dan bermatjam ras: - apakah Nasionalisme itu dalam politik kolonial bisa rapat-diri dengan Marxisme jang internasonal, interrasial itu.
     Dengan penuh ketetapanhati kita bisa medjawab: bisa
    Sebab, walaupun nasionalisme  itu dalam hakekatnja mengetjualikan segala pihak jang tak iku mempunjai,’’ keinginan hidup mendjadi satu’’ dengan rakjat itu; walaupun nasionalisme sesungguhnja mengetjilkan segala golongan jangtak merasa  ‘’ satu golongan’’ degan rakjat itu; walaupun dalam kebangsaan itu dalam azaznja menolak segala peringai jang terdjadinya tidak ‘’ dari persatuan hal ichwal jang telah didjalani oleh rakjat itu’’,  - maka tak boleh kita lupa bahwa manusia-manusia jang nedjadikan pergerakan islamisme dan pergeraka Marxsisme di Indonesia kita  ini – dengan manusia-manusia jang mendjalankan nasionalisme itu semuanja mempunjai’’ keinginan hidup medjadi satu’’, bahwa mereka dengan kaum nasionalis itu mearasa ‘’ satu golongan satu bangsa’’ , bahwa segala fihak dari ergrrakan kita ini,  baik nasionalis maupun islamis, maupun pula Marxis, beratus-ratus lamanja ada ‘’ persatuan ichwal ‘’ beratus-ratus lamanjasama-sama tak bernasib mardeka! Kita tak boleh lalai bahwa teristiwa ‘’persatuan hal-ichwal’’ persatuan nasib inilah jang menimbulkan rasa ‘’golonagn itu, betul rasa-golongan ini masih membuka kesempatan dalam perselisihan satu sama lain; betul sampi kini, belum pernah ada persabatan jang kokok-kokok diantara fihak-fiahk pergerakan Indonesia-kita ini, - aka tetapi bukanlahpula  m a k s u d tulisan ini membuktikan, bahawa perselisihan itu tidak bisa terdjadi djikalukita sekarang berselisih, amboi, tak sukarlah mendatangkan perselisihan itu sekarang!
Maksud tulisan jalah membuktikan, bahwa p e r s a h a b a t a n bisa tertjapia!
      Hendalaklah kaum Nasionalis jang mengetjualikan dan mengetjilkan segala pergerakan jang tak terbatas pada Nasionalisme, mengambil teladan Karamchand Gamdi; ‘’  Baut saja tjinta saja ppada tanah-air itu masklah dalam tjinta kepada segala manusia.saja ini seorang Patriot, olehkarena saja manusia bertjarah manusia. Saja tida mengedjulikan siapun djuga. ‘’ ini rahasianya, jang Gandhi tjukip kekuatan memprsatukan fihak Islam dan Fihak hindu, fihak farsi, fihak jain, dan fihak Sick jang  djumlahnja lebih dari tigaratus djuta itu, lebih dari enam kali djumlah putera Indonesia hampi dari seperliama dari djumlah manusia jjang ada di muka bumi  ini! 
   Tidak adalah halangannja nasionalis itu dalm geraknja berdkerja bersama-sama kaum Islamis, dan marxis lihatnja kekalnja perhubungan. Antara nasinalis dan Gandhi dengan fan-Islamis, Maulana muhammad Ali,  dengan pan-islamis Sjaukat Ali,  jang waktu pergerakan non-cooperation india sedang menghaibat hampir tiada pisahnja satu sama lainnja. Lihatlah geraknja partai nasionalis kuamintangdi tiongkok jang denagn ridla hati menerima faham-faham marxis; tak setuju dengan kemeliteran, tak setuju dengan imperialisme, tak setuju dengan kemodalan!
   Bukannja kita mengharap, jang Nasonalis itu supaya berobah faham djdi Islamis, atau marxis, dan islamis itu berbalik mendjadi Nasionalis, akan tetapi impian kita jalah kekurunan, persatuan antar tiga golongan itu.
   Bahwa sesungguhnja asalm mau sahadja . . . tak kuranglah djalan karena perstuan, kemauan,  pertjaja akan ketulusan hati satu sama lain, keinsafan akan pepatah ‘’ rukunmembikin sentausa’’ ( itulah sebaik-baiknja djembatan kearah persatuan) tjukup kuatnja untuk melankahi segala perbedaandan keagaman antara segala fihak-fihak dalam pergerakan kita ini.
  Kita ulamgi lagi: tidak ada halanagnnja nasionalis itu dalam garaknja, berdkerja bersama-sama dengan Islamis dan Marxis.
   Nasinalis jang sedjati,jang tjintanja panah-air itu persendi pada pengetahuan atas susunan ekonomi-Dunia  dan riwajat, dan bukan semata-mata tmbul dari kesombongan Bangsa belaka, - Nasionalis jang bukan chauvinis, tak bole tidak, haruslah menolak segala faham pengetjualian jang sempit itu, nasionalis jang sedjati, jang nasionalismenja itu bukan semata-mata suatu copie ata   u tiruan dari nasionalisme Barat, akan tetapi timbul dari rasa tjinta, jang aka kemanusia dan kemanusiaan, - nasionalis jang menerima rasa nasionalismeja itu suatu wahyu dan melaksanakan rasa itu sebagai bukti,adalah terhindar dari segala faham keketjilan dan kesempitan. Baginja maka rasa tjinta – bangsa itu adalah lebar dan luas,pada memberi tempat dan lain-lainsesuatu sebagai lebar dan luasnja hidupnja udara jang memberi tempat bagi segenap  suatu jang perlu bagi hidupnja segala hal jang hidup.
   Wahai apakah, sebabnja ketjintaannya-bangsa dari banjak nasionalis indonesia lalu mendjadi kebendjian djikalau dihadpkan kepada orang-orang indonesia jang berkejakinan Islamistis? Apakah sebabnja itu  berdbalik mendjadi permusuhan djikalu dihadapkan pada orang indonesia jang berkejakinan Marxistis? Tidakkah tempat dalam sanubarunja untuk nasinalismenja Gopala Krishna, Gokhate, Mahatma Gandhi, atau tjinta Ranjam Das.?
      Djanganlah hendaknya kaum kita sampai memeluk jingo-nasionalism, sebagai jingo-nasionalism, Arya samajdi  india membelah danmemetjah persatuan hindu muslim, sebab jingo-nasionalism, jang sematjam itu ‘’akhinja pastilah binasa’ oleh karena itu nnasionalisme hanyalah dapaat metjapai apa jang di maksudkannya, bila mana bersendi atas azaz-aza jang lebihh sutji.
       Bahwasanya hanya nasionalime ketimuran jang sedjatilah jang pantas dipeluk oleh nasionalis- timur jang sedjati nasionalisme eropah, jalah satu nasionalisme jang menngedjar keperluan sendiri, suatu nasionaalisme perdangan jang untung atau rugi, -nasionalime jang sematjam itu achirnya pastilah binasa.
      Adkah keberatan untuk kaum nasionalis jang sedjatinja, berkkerdja bersama-sama kaum Islam oleh karena Islam itu melebehi kebngsaan dan melebihi batas-batas negerijalah super nasionalis super-terittoria? Adkah internasionalitiet Islam suatu rintangan untuk geraknja nasionalime, untuk geraknja kebngsaan.
   Banjak nasionalis-nasionalis diantra kita ang sama lupa bahwa pergarakan nasionalisme dan islamisme di Indonesia ini – ja, di seluruh Asia – ada sama asalnja, sebagaiin jang jalahkita uraikandi awal tulisan ini: dua duanja bberasal nafsu melawan ‘’bartart’’ atau lebih tegas melawan kapitalisme dan imperialisme barat sehingga sebenarnjalawwan, melawan kawanjalah adanja. Betapa lebih luhurnjalah sikap nasionalis, Pro. T. L.vaswani, seoreng jang bukan Islam jang menulis’’ jikalau islam menderit sakit, maka Roch kemerdekaan timur tentula sakit djuga; sebab makin sngaynja negeri-negeri Muslim kehinlangan kemardekaannja, lebih sangatlah imperialisme eropah mentjekek Roch Asia. Tetapi sadja pentjajapada Asia sediakala: sadja bahwa pertjaja Rochnja masih akan menang. Islam adalah intenasional, dan djikalau islammerdeka, maka nasionalisme kita itu adalah diperkuat oleh segenapkekuatanja iktikad internaional itu”
Dan bukanitu sahadja’bnjak nasionali-nasionalis kita jang sama lupa, bahwa orang Islam dimanapun djugga ia adanja, di seluruh “darul” Islam menurut agamanja, wajib bekerdja untuk keselamatan orang negeri jang ditempatinja, nasionalis-nasionali itu lupa bahwa orang islam jang sungguh-sungguh mendjlankan ke islama-annja baik orangarab maupun India, baik orang mesir maupun orng manapun djuga djikalau diam di Indonesia itu. ‘’ dimana-man orang bertempat islam, bagaimanapun djuga djuhnja dari tempat kelahiranjadidalam neggeri baru itu jang masih mendjadi suatu kebagiaan dari pada rakjat, islam daripada perstuan islam. Dimana-orang islam bertempat ‘’ distulah haru metjintai dan begerdja untuk keperluan negeri itu dan rkjattnja.
         Ini  nasionali Islam!  Sempit-budi dan sempit pikiranlah nasionalis jang memusuhi islamism serupa ini. Sempit-budi dan sempiti-pikiran ia, oleh karena ia memusuhi suatu azaz jang, walaupun internasional dan interrasial, mewajibkan kepada segenap pemeluknja jang ada diindonaesia bangsa apapun mereka djuga mentjintai dan bekerdja untuk keperluan Indonesia dan rakjat indonesia adnaj!
    Adakah pula keberatan untuk kaum nasionalis sedjati berkerdja bersama-sama senagn kaum marxis, oleh karena kaum maris itu internasina djjuga?
   Nasionalis jang segan berdekatan dan bekerdja bersama-sama dengan kaum marxis, - nasionalis jang sematja itu menundjukkan ketiadaanjang sangat, atas pengetahuan tentang berputranja roda politik dunia dan dan riwajat. Ia lupa bahwa awal pergerakan marxis di indonesia atau asia itu djuga merupakkn tempat asla ergerakan merreka. Ia lupa bahwa arah pergerakannja sendiri itu atjab kali sesui dengan arah pergerakan bangsanja jang marxsistis tahadi,. Ia lupa memusuhi bangsa jang marxistis itu, samalah artinja menolak kawan sedjalan dan menambah adanja musuh dia lupa dan ytak mengerti dengan sikapnja saudarra-saudarnja dilain-lain negeri asia .umpana almarhum, Dr. Sun yat sen,panglima nasionalis jang besar itu jang, dengan segala kesenanagn  bekdja bersama-sama dengan kaum marxis walaupun beliu itu jakin, bahwa peratuan marxis pada saat itu belu bisa diadakan di negeri tiongkok ole karena negeri tiongkok itu tidal ada sjara-sjaratnja jang tjukup-masak uuntuk mengadakan peraturan marxis itu .prlunja kita membuktikan lebih landjut bahwa nasionalis itu baik sebagai suatu azaz jang timbulnja dari rasa ingin hidup mendjadi satu ; baiksebagai suatu keinsjafan rakjt itu ada suatu golongan, satu banggsa; maupun sebagai suatu perstuan  perangai jang terdjadi dari perstuan hal-ichwal jang jalah didjalani  oleh rakja itu, - perlukan kita membuktikanlebih landjut bahwa nasionalisme itu, asal sahadja jang memeluknja mau, bisa di rapatkan denga islamisme dan Marxisme? Perlukah kita lebih landjut mengambil tjontoh-tjontoh sikapnja pendekar-pendekar Nasionalis dilain-lain negeri jang sama pergandengan tangan dengan kaum-kaum Islamis dan rapat diri dengan kaum-kaum marxis?
       Kita rasa tidak ! sebab  kita pertjaja bahwa tulisan ini, walaupun pendek dan djauh kurang sempurna, sudahlah tjukup djelas untuk nasionalis-nasionalis kolot jang mau  bersatu kita pertjaja bahwa nasionalis-nasionlis muda adalah berdiri di smaping kita. Kita pertjaja pula, bahwa masih banjaklah nasionaliis-nasionalis kolot jang mauu akkan perstuan; hanyalah kebimbangan mereka akan kekalnja persatuan itulah jang megetjilkan hatinja untuk mengichtiarkan persatuan itu. Pada mereka itulah terutama tulisan ini kita hadapkan ; untuk merekalah tulisan ini kita adakan.
     Kita tidak menuliskan  rentjana ini untuk nasionlis –nasionalis jang mau bersatu.
   Nasionailis-nasionalis jang demikian  itu kita serahkan pada pengadilan riwajat, kita serahkan pada putusnja mahkamah histori!

      ISLAMISME KE-ISLAM-A
          Sebagai fadjar sehabis malam jang gelapp-gulita sebagai penutup abad-abad kegelapan, maka di dalam abad kesembilanbelas berkilu-kilaulah didalam dunia ke-islam-an  sinarja dua pendeka, jang namanja, tak akan hilang tertulis dalam buku –riwajat Muslim;Sheikh Muhammad Abdouh, Rektor sekolah tinngi Azhar, dan seyid Djamalauddin El Afghani  - dua dua panglima pan-Islamisme jang telah membangun dan mendjunndung tinggi rakjat-rakjat Islam di seluruh dunia dari pada kegelapan dan kemunduran.walaupun dalam sikapnja dua pahlawan ini ada perbedaan sedikit satu sama lain – seyid jamaluddin, kenjatan-kenjataan Islam dan tentang politik, terutama seyid djamaluddin jang pertama-tama membangun  rasa, perlawanan dihati sanubari rakjat-rakjat muslim terhadap pada bahaja imperialisme barat; merekalah terutama seyid djamaluddin, pula jang mula- mula mengobatkan suatu barisan rakjat; Islam kokoh guna melawan bahaja imperialisme barat ittu.
      Sampai dalam wafatnja dalam tahun 1896, Djjamaluddin El-Afghani. Harimau pan-Islamisme jang gagah berani itu, bekerdja dengan tiada berhentinja, menanam beni ke-Islaman dimana-mana, menama, rasa-perlawanan terhadappada ketamaan barat, menanam kejakin bahwa untuk perlawanan itu kaum Islam harus’’ mengambil tehniknja kemedjuan barat, dan mempelajari rahasia-rahasianja kekuasaan barat’’2
     Marxisme
       Mendengar perkataan ini, maka tampak sebagai suatu bajang-bajangan dipenglihatan kita gambarnja berdujun-dujunkaum jang mudlarat dari segala bangsa dan negeri, putjat-muka dan kurus-badan,  pakain berkpjak-kojak: tampak pada pada angan-angan kita dirinja pembella dan kampium simudlarat ttahdi, seorang ahlli fikir jang ketapan hatinja dan keinsafan akan kebiasaannja ‘’ mengingant kita pada pahlawam-pahlawan dari dongeng kono germania jang sakti jang tak teralahkan itu’’ suatu manusia jang ‘’ gewelding’’( hebat) menggerakkan kaum buruh, yakni: H e n r i c h K  a l m a r x
      Dari muda sampai pada wafatnja,manusia janng heibat ini tiada berhenti-berhentinja membela dan memberi penerangan pada simiskin bagaiman mereka mendjadi sengsara dan bagaimana mereka itu pasti akan mendapat kemenangan: tiada kesal tjapainja ia berusaha dan bekerja untuk membela itu: duduk diatas kursi, di muka medja tulisnja, begitulah ia dalam tahun 1883 menghembuskan nafasnja jang penghabisan.
     Seolah-olah mendengarlah kita dimana-dimana negari suaranja mendengung sebagai kuntur, tatkala ia dalam tahun 1847 menulisseruaranja: ‘’ kaum buruh dari semua negeri, kumpullah mendjadi satu’’! dan sseguhnja! Riwaja-dunia belumlah pernah mentjeriterakan pendapat dari seorang manusia, jang begitu tjepat masuknja dalam kejakin satu golongan pergaulan-hidup, sebagai pendapatnja kampium kaum buruh ini. Dari puluhan mendjadi ratusan, dari ratusan mendjadi ribuan, dari ribuan mendjadi raksaan kesetiaan, ketiaan, djutaan...... begituh djumlah pengikutnja bertambah-tambah. Sebab walaupun teori-teorinja ada snagat sukar dan berat untuk kaum jang pandai jang teranng-fikiran tetapi amatlah ia gsmpang dimengerti oleh kaum jang tertindas dan sengsara kaum melarat fikiraan jang keluh kesah itu.
       Berlainan dengan sosialis-sosialis lain, jang mengira bahwa tjita-tjita mereka itu dapat tertjapai dengan djalan persahabatan antara buruh dan mendjadikan ‘’ brlainan denagan umpamanja ferdinand lassalle jang teriaknja ada suatu teriak pperdamaian,maka Karl marx, dalam tulisan-tuliisamnja tidak satu kali mempersoalkan kata asih atau kata tjinta, membeberkan pula faham pertantangan golongan , faham klassentrinnd dan mengadjarkan pula, bahwa lepasnja kaum buruh dari nasibnja itu jeah oleh perlawana zonder-damai terhadap pada kaum ‘’busuasi’’ satu perlawanjang tidak boleh tidak, mesti terdjadi oleh karena peraturan jang kapitalistis adanja.
       Walaupun pembatnja tentunja semua sudah sedikit-sedikit mengetahui apa jang jalah diadjarkan oleh karl marx itu, maka berguna pulalah agaknya djikalau kita disini mengingatkan bahwa  djasa ahli fikir ini jalah: - ia mengadakan suatu peladjaran gerakan fikiran jang bersandar pada perbedaan ( Materialistische Dialistik) ; - ia membentangan teori, bahwa harganja barang-barang itu di tentukan oleh banjaknja kerdja jang mebuat barang-barang itu sehingga kerdja itu jalah ‘’ wert-bildende  Subtanz’’, dari barang-barang itu (arbeids waarde-leer); - ia ia membeberkan teori, bahwa bahhwa hasil pekerdjaan kkaum buruh dalam pembikinan barang itu adalah lebih besar harganja dari pada jang ia terima sebagai upah ( neerwarde) ia mengadakan suatu pelandjaran riwajat jang berdasrkan perikebendaan jang mengadjarkan bahwa bkan bdi akal budi manusialah jang menentukan keadaannja,  tetapi sebaliknja keadaanja berhubungan dengan pergulan hiduplah jang menentukan budi akalnja’’ (Materialistiche geschiedenisopvatting) ; - ia mengdkn teori, bbhw mkin lama makinmendjadi besar (kapitaalsacccumulutei) sedang kapital-kapital jang ketjil sama mempersatukan dari djdi modal jang besar ( kapitaalscentralistei) dan bhw oleh karena persaingan peruhaan-perusahaan jang ketjil mati terdesak oleh perusahaan jang besar, sehingga ole desak-desakan ini achirnja tjuma tinggal sehadnja amat beasarnja( kapitaalscontralitie); -dan ia mendirikan teori jang dalam atura(3)
        Sebaliknja nasionalis  dan Islamis jang menundjuk –nundjuk ‘’ akan failletnja’’ marxisme dan dan jang menundjuk-nundjuk akan benjana kekalang-kabutan dan benjana kelaparan jang terdjadi  oleh practiknja’’ faham marxisme itu, - mereka menindjukkan tak mengertinja atas faham marxisme dan tak mengerti atas sebab terpelesetnja ‘’practisnja’’ tahadi sebab tidaklah marxisme sendiri mengadjarkan bahhwa sosiolismenja itu hanja bisa terjapainja dengan sungguh-sungguh bilamana negeri-negeri jang besar-besar it   semuanja di’’sosialis’’kan.?
        Bukankah kejadian sekarang ini jauh berlainan dari pada voor-de’’ (sjarat) untuk terkabulnja maksudnja marxisme itu!
     Untuk adilnja kita punja hukuman terhdap pada’’practicnja’’  faham Marxisme maka itu  harus kita ingat ‘’failleit’’ dan kalang kabut-nja negeri Rusia adalah dipertjepat pula oleh penutupan atau belokkade oleh semua semua negeri-negeri musuhnja di pertjepat oleh hantaman dan serangan ‘’empatbelas tempat oleh musuh-musuhnja sebagai inggeris, perantjis dan jenderal-jenderal koltchak Denikin yudenietch dan Wrengel;dipertjepat pua oleh propaganda jang dilakukan oleh hampir semua surat-chabardiseluruh dunia.
       Didalam pemandanga kita, maka musuh-musuhnja itu pula harus ikut bertanggung djwab atasmatinja limabelas djuta orng jang sakit dan kelaparan itu mereka dimana mereka menjokong penjerangan koltchak Dinikin Yuninetch dan Wrangel itu dengan harta dengan benda dimana umpanja negeri innggeri jang membuang berdjuta-djuta berjuta rupiah untuk menjokong penjerangan penjjerangan-penjerangan atas diri sahabatnja jang dulu itu, jelah mengotorkan nama inggeris dunia denganmenolak memberi tiap-tiap bantuan pada kwerdja penolongan sisakit dan silapar itu, dimna di amirika di rumania dan di Hungaria pada saat terdjadinja bentjana itu pula karna banjaknja gendum, itu kaju – bakar sedang di negeri rusia orag-orang didistrik semara makan daging anak-anaknja senderi oleh kaerna laparnja.
       Bahwa sesungguhnja luhurnja sikapnja H.G Wells, penulis inggeris jang masjhur itu, seorang jang bukan komunis, dimana dia tak memihak  padasiapa djuga menulis, bahwa, bahwa umpanja bolshevik itu ‘’ tidak dirntang-rintangi meeka barang kali bisa menjelesaikan suatu exprement (pertjobaan ) jang  maha besar faedahnja bagi perikemanusiaan . . . . tetapi dirintang-rintangi.
       Kita jang bukan konis pula., kita pun tidak memihak pada siapa djuga ! kita hanya memihak pada perstuan-perstuan Indonesia kepad pershabatan pergerakan kita semua.
     Kita menulis bahwa tehnik Marxisme jang sekarang adalah berlainan dengan teknik marxisme jang dulu. Teknik Marxisme jang dulu sikapnja begitu sengit anti-kanum kebangsaan dan anti keagamaan maka sekarang trutama di asia,sudah lahbegitu berobah, hingga kesengitan ‘’anti’’ ini sudah berbalik mendjadi persahabatan Kaum marxisdengan kaum Nasionalis dinegri teongkok ; dan kita melihat persahabatan Marxisme dengan kaum Islamis Afganistan.
        Adpun teori Marxisme sudah berobah pula. Memeng seharusnja begitu ! Marx dan Engels bukanlah Nabi-nabi jang bisa mengadakan aturan-aturan jang bisa terpakai untuk segala zaman. Teori-teorinja haruah diobah kalau zaman itu berobah ; teori-teorijnja harus diikutkan pada perobhan nja dunia kalau tidak mau mendjadi bangkrut Marx dan Engels pun sendiri mengerti akan hal ini; mereka sendiri pun dalam tulisan-tulisannja sering menundjukkan peruhana fahm atau tentang kedjadian-kedjadian pada zaman mreka masih hidup bandingkanlah pentdapat-pendapatsampai tahun 1847; bandingkan pendapat-pendapt tentang arti Verelendung’’ sebagai jang di maksudkan dalam ‘’manifes komonis ‘’ dengan pendapat tentang arti perkataan itu dalam ‘’Das kapital,, - maka segeralah tampak it pada perobahan  dan perohana perpindahan itu, bahwasanja benarlah pendapat demokrat emile vandervelde dimana ia mengatakan bahwa revolusionisme itu tidak muai denagn barntein tetaipi engan Marx dan engel adanja ‘’
     Pruhan taktik dan peruhan teori itulah mandjadi sebab kaum Marxis jang mudah’’ baik ‘’ sabar maupun jang keras teruutama di Asia. Sama menjokong pergerakan nasional jang sungguh –sungguh . mereka mengerti bahwa negeri-negeri asia dimana belum ada kau m ploretar dalam arti sebagai  eropah atau Amirika pergrakan harus diobah sifatnja menurut pergaulan di Asia itu pula. Mereka mengerti bhwa pergerakan marxistis di asia haruslah berlainan tehnik dengan pergrakan Marxis di eropah atau Asia dan haruslah bekerdja bersama-sama denagn partai-partai jang klein-bergelijk’’ oleh karena disini jang pertama-tama perlu bukan kekyasaan tetapi jalah perlawanan terhadap pada feodalisme.
          Supaya kaum buruh di negeri-negri asia dengan leluasanja bisa mendjalankan pergerkan jang sisialistis sesungguh-sungguhnja maka perlu sekali negeri-negeri itu merdeka perlu sekali kaum itu mempunjai Nasionale autonomei ( otonomi nasional) nationale autonomei adalah suatu tudjuan jang harus ditudjuoleh perjoangan ploretar,oleh karena ia ada suatu upaya jang perlu sekali bagi politiknja ‘’ begitulah Otto Bauer berkata. Itulah sebabnja maka otonomi ini mendjadi suatu hal jang pertama-tama har s diusahakan oleh pergrakan-pergerakan Buruh d Asia ini. Itulah sebabnja maka kaum buruh di Asia wadjib bekerdja bersama-sama dan dan menyokong segala pergerakan jang merebut otnomi nasional itu D j u g  r, dengan tidak menghitung-hitung azas apakah pergerakan-pergerakan it  memounjai. Itulah sebabnja maka pergerakan pergerakan Marxisme di Indonesia harus harus menjokong pergerakan-pergerakan kita jang Nasionalistis dan Islamistis  jaang mengambil otonomi itu sebagai maksudnja pula.4
      Demikian pula  tak pantaslah kaum Marxisme it   bermusuhan dan berbenturan dengan pergerakan Islam jang sungguh-sungguh tak pantas mereka memerangi pergeraakan jang, sebagaimana sudah kita uraikan di atas,dengan seterang terangnja jalah anti kapitalisme; tak pantas mereka memerangi suatu pergerakan jang jangdengan sikapnja anti-riba dan anti bunga dengan seterang-terangnja jalah anti Meewaarde pula; dan tak pantas mereka memerangi sutu pergerakan jang seterang-tearngnja mengedjar kemerdekaan persamaan dan perdsaudaraan, dengan seterang terangnja mengendjar Nationale autonomie. Tak pantas mereka bersikap demikian itu oleh karena taktik Marxisme-baru terhadap agama adlah berlainan dengan taktik Marxisme-dulu Marxisme baru adalah berlainan dengan Marxisme dari tahun 1847, jan dalam Manifes komonis, mengatakan bahwa agama itu harus- di- abscheffen atau di lepaskan adanja.
      Kita harus menbedakan H e s t o r i s  M a t e r i a l i s m e itu dari pada  W i j s g e r i n g- M a t e r i a l i s m e; kita harus memperingatkan bahwa meaksudnja Hestoris Matirialisme tahadi.Wijgering-Materialisme memberi djwaban ata sperjoangan; bagaimanakah hubungan antara fikiran (denken) dengan benda (materie) bagaimanakah fikiran itu terdjadi sedang hestoris Meterialisme memberi djawaban a atas soal; sebab apakan fikiran itu dalam zaman ada begitu atsu begini; Wijgering materialisme memandjakan apa adanja ( wezen) fikirsn itu; Hestoris –Materialisme mentjari asalnja fikiran Historis materialisme mempeladjari tumbuhnja fikiran Wijgering-Materialisme adalah Wejgering hestoris Materislisme adalah historis.
     Dua faham ini oleh musuh-musuhnja Mrxisme di eropah terutama kaum geredja, senantiasa ditukar-tukarkan dan senantiasa dikelirukan satu sama lain. Dalam propagandnja anti Marxisme  mereka tidak berhenti-henti mengusahakan kekeliruan faham itu ; tak berhenti-henti mereka menuduh-nuduh bahwa kaum Marxisme jang  kaum  menadjarkan, bahwa fikiran hanyalah suatu mengeluaran sehadnja dari otak, sebagai luudah dari mulut dan dari empedu dari limpa; tak berhenti-henti mereka menanamkan kaum Marxisme suatu kaum jang menjembah benda, suatu kaum jang menuhankan materi.
      Itulah asalnja kebentjian kaum Marxisme Eropah terhadap gerakan  geredja asalnja sikap sikap perlawan kaum Marxsime Eropah terhadap kaum agama , dan bertambah ini bertambah sengitnja brtambah kebentjian dimana kaum geredja itu memekai-memakai  agamanja untuk melindung-melindungi kapitalisme memakai-memakai agamanja    untuk membela kaum atasan memakai-memakai agamanja untuk mendjalankan politik jang reaksioner sekali.
         Adapun kebentjian pada kaum agama jang timbuknja darisikap kaum geredja jan reaksioner itu,  sudah didjatuhkan oleh kaum Marxis kepada kaum Agama Islam, jang berlainan sekali sikapnja dan berlainan sekali sifatnja dengan kaum geredja di Eropah itu, disini Agama Islam adalah agama kaum jang tak mardeka: disini kaum agama Islam adalah kaum jang di-‘’ dibawah’’, sedang agama jang memeluk agama kresten adalahjang bebas dimana agama kresten adalah kaum agama jang di-‘’atas’’,. Tak boleh tidak suatu agama jang anti-kapitalisme, agama kaum jang tak merdeka, kaum agama jang di-‘’bawah’’, ini agama jang menjuruh mentjari kebebasan agama jang m e l a r a n g mendjadi kau’’bawahan’’, - agama jan demikian itu p a s t i l a h menimbulkan suatu sikap jang tidak reasioner dan p a s t i l a h menimbulkan perjoangan dalam beberapa bagian  s e s u a i dengan perjoangan Marxisme itu.
          Karenanja’’ djikalau kaum Marxisme ingat akan perbedaan kaum geredja di Eropah dengan kaum Islam di Indonesia ini, maka nistjaja mereka mengandjukan tanganja, sambil berkata; saudara marilah  kita bersatu djikalau mereka menghargai akantjontoh-tjontoh saudara-saudarnja terdjadi dilain-lain negeri, maka nistjajalah mereka mengikuti tjontoh-tjontoh itu pula. Djikalu mereka aa dalam itu djuga bekerdja bersama-sama dengan kaum nasionalis atau kaum kebangsaan, maka meeka dengan tentram-hati boleh berkata: kewadjiban kita sudah terpenuhi.
      Dan dengan sudah kita memenuhi kewadjiban Marxis-muda tahadi itu, dengan memperhatikan segala perubahan azasnja dengan mendjalankan segala perubahan taktik pergerakannja itu mereka boleh menjebutkan diri pembela rakjat jang tulus-hati mereka bolehmejembutkan garamnja rakjat.
        Tetapi Marxis jang ingkar akan persatuan, Marxis jang kalot teori kono-taktinja Marxis jang memusuhi pergerakan kita jang Nasionalis dan Islamis jang sungguh-sunggu – Marxis jang demikian itu djanganlah merasa terlanggar kehormatanja djikalau dinamakratjun rakjat adanja!
        Tulisan kita hampir habis.
         Dengan djalan djauh kurang sempurna, kita mentjoba membuktikan bahwa faham naisionalisme dan Marxisme itu dalam negeri djadjahan itu dalam beberapa bagian menupi satu sama lain. Dengan djalan jauh  kurang sempurna kita menudjukkan teladan pemimpin- pemimpin dilain negeri. Tetapi kita jakin, bahwa kita dengan terang benderang menundjukkan k e m a u n kita mendjadi satu. Kita jakin bahwa pemimpin-pemimpin Indonesia semua insjaf, bahwa perstuanlah jang membawa kita ke arah   kebesaran dan ke-mardekaan. dan kita jakin pula, bahwa walupun fikiran kita tidak mentjotjoki semua kemauan dari masing masing-masing fihak, ia menundjukkan bahwa persatuan itu bisa tertjapai sekarang tinggal menetapkan sahadja organisasinja bagaimana perstuan itu bisa berdiri: tinnggal mentjari organisitornja sahadja, jang mendjadi Mahatma persatuan itu. Apakah ibu, Indonesia jang mempunjai putere-putera sebagai oemar Said Tjokrominoto, Tjipto, Mangunkusumo dan semaun, - apakah Ibu Indonesia mempunjai pula putera-putera  jang bisa mendjadi kampium persatuan itu?
     Kita harus bisa menerima; tetapi kita djuga harus bisa memberi. Inilah rahasianja perstuan itu. Persatuan tak bisa terdjadi, kalau masiang-masinng fihak tidak mau memberi sedikit-sedikit pula.
       Dan djikalu kita semua insjaf, bahwa kekuatan hidup itu letaknja tidak dalam meneriima; tetapi dalam memberi; dikalau kita semua Insja, bahwa dalan bertjerai-beraiann itu lettaknja benih perbudakan kita; jikalu  kita semua Insjaf, bahwa permusuhan itu jang mmendjjadi asal, punja ‘’ v i a d o l a r o s a’’ djikalau kita Insjaf, bahwa, Roch Rakjat kita masih penuh kekkuatan untuk mendjungjung diri menudju sinar jang satu jang berada ditengah-tengah kegelapan- gumpita jang mengelilingikta ini, - maka p a s t i l a h persatuan itu terdjadi dan p a s t i l a h  sinar itu tertjapai djuga.
     Sebab sinar itu dekat !
                                  
                                         ‘’ Suluh Indonesia Muda’’, 1926