Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno dalam Pidato
Trisakti tahun 1963 menegaskan:
1.
berdaulat secara politik
2.
berdikari secara ekonomi
3.
berkepribadian secara sosial budaya
Dalam bidang kemandirian politik, Soekarno telah
berhasil memperjuangkan Pancasila sebagai kemandirian bangsa Indonesia dengan
memiliki ideologi negara sendiri. Soekarno juga telah berhasil
mempertahankan persatuan dengan menumpas setiap pemberontakan yang terjadi
seperti Permesta, PRRI, DI/NII, dan persoalan Papua. Hanya saja karena
kurangnya kemandirian dalam persoalan persenjataan, Soekarno cenderung
mendapatkan pasokan senjata dari Rusia, sehingga ideologi komunis berkembang di
Indonesia yang puncaknya adalah pertistiwa gerakan 30S/PKI. Sedangkan dalam
politik luar negerinya, Soekarno menerapkan politik bebas aktif di mana tidak
berpihak pada salah satu blok dunia, sosialis atau kapitalis, namun ikut
proaktif dalam mendorong terciptanya perdamaian dunia. Dalam politik ini,
Soekarno berhasil mengadakan Konferensi Asia-Afrika (KAA), namun karena
negara-negara yang hadir memiliki afiliasi politik terhadap kekuatan Komunis,
sehingga kemandirian politik yang dicita-citakan makin bias, terlebih lagi
ketika terjadi konfrontasi dengan negara Malaysia. Ketika itu yang dianggap
penyelewengan ideologis, adalah banyaknya konsepsi Presiden Soekarno yang
diletakkan lebih tinggi dari Pancasila. Misalnya, Nasakom dan Manipol-Usdek.
Pidato-pidato Soekarno saat itu, kerap dianggap menggeser kedudukan Pancasila
sebagai dasar negara. Meskipun, Soekarno sendiri berpendapat konsep-konsep itu
merupakan penjabaran Pancasila.
Dalam kemandirian sosial budaya, Soekarno
secara tegas menolak budaya asing, padahal secara natural suatu
bangsa tidak dapat mengisolasi diri dari pengaruh asing dan buktinya
nilai-nilai komunis juga telah masuk di Indonesia. Demi mewujukan kemandirian
sosial budaya, pada era Soekarno hampir terperosok pada paham chauvinistik
dengan mengisolasi diri dan fasisme dengan merendahkan bangsa lain, sehingga
sering terjadi konflik dengan negara-negara tetangga.
Sedangkan dalam kemandirian secara ekonomi ditegaskan
Soekarno, bahwa lebih baik potensi sumberdaya alam Indonesia dibiarkan, hingga
para putra bangsa mampu untuk mengelolanya. Bung Karno menolak eksploitasi atau
penjajahan oleh kekuatan asing. Sayang sekali, sikap kemandirian itu bias oleh
pertarungan politik internal sehingga yang muncul adalah konfrontasi melawan
Barat dan tampak keberpihakan atau kedekatan kepada negera-negara komunis. Pada
masa ini, semangat nasionalisme mengarahkan pada nasionalisasi perusahaan asing
menjadi perusahaan milik negara. Peluang bagi swasta besar untuk berkembang
dapat dikatakan minim. Pandangan liberalisasi ekonomi pada masa itu dapat
dikatakan sebagai musuh negara. Kecenderungan dan keberpihakan Soekarno
mengakibatkan terjadinya krisis politik dan ekonomi yang terjadi pada tahun
1965, sehingga ada tuntutan Ampera (amanat penderitaan rakyat), yaitu bubarkan
PKI, perombakan kabinet dan turunkan harga.
Ajaran Soekarno yang diadopsi oleh Fidel
Castro dalam konteks Kuba adalah ajaran Trisakti. Yang menarik adalah
bahwa Fidel Castro mengadopsi dan menerapkan prinsip Soekarno itu secarakonsisten
dan tegar dalam seluruh sistem pemerintahannya. Konsistensi yang
paling kentara adalah menolak segala bentuk imperialisme dan
kapitalisme yang merupakan pendiktean oleh Barat tentang ekonomi,
politik dan budaya. Castro sangat jelas menolak kehadiran dan campur tangan IMF
dalam negaranya, bahkan menyerukan agar lembaga pendanaan kapitalis
internasional yang menindas negara-negara berkembang itu semestinya dibubarkan
dan dihentikan perannya. Ini merupakan wujud pelaksanaan Trisakti yang
konsisten oleh Castro dalam konteks Kuba, yakni kemandirian dalam politik,
berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Kekuatan ekonomi
sendiri merupakan landasan bagi pemerintah Kuba untuk membangun negara dan
rakyatnya. Tidak ada hutang luar negeri yang diterima sebagai landasan,
sehingga tak ada kewajiban cicilan bunga hutang yang tinggi yang harus dibayar
oleh pemerintah Kuba. Seluruh pendapatan negara dialokasikan pertama-tama untuk
belanja tunjangan sosial, dan kedua untuk belanja pendidikan. Kepentingan lain
berada dalam urutan prioritas berikutnya. Karena berdikari dalam bidang
ekonomi, Kuba telah mampu mempertahankan kedaulatan dalam bidang politik dan
kedaulatan dalam kebudayaan nasionalnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar